Metode Rasulullah dalam Mengajarkan Sifat-Sifat Allah
Sahabat muslim, dalam artikel ini kita akan membahas bagaimana metode dakwah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dalam mengajarkan perkara aqidah dan beberapa hadits tentang sifat Allah.
Mengenal nama dan sifat Allah Ta’ala
Di antara perkara penting yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan adalah masalah nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala. Karena pokok dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengenalkan Rabb alam semesta, melalui pengenalan terhadap nama dan sifat-Nya.
Dalam memperkenalkan dan mengajarkan sifat-sifat Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menempuh beberapa metode sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama.
Baca Juga: Haruskah Berdakwah dengan Lemah Lembut di Zaman Ini?
Metode pertama, penjelasan melalui perkataan (qaul)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak mengajarkan sifat-sifat Allah Ta’ala melalui perkataan beliau. Misalnya, berkaitan dengan sifat kalaam (Allah Maha berbicara), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَسَيُكَلِّمُهُ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ، لَيْسَ بَيْنَ اللَّهِ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ
“Tidaklah salah seorang di antara kalian kecuali akan diajak berbicara oleh Allah Ta’ala pada hari kiamat. Tidak ada penerjemah di antara Allah dan kalian.” (HR. Bukhari no. 6539, 7512 dan Muslim no. 1016)
Dalam hadits di atas, jelaslah bahwa di antara sifat Allah Ta’ala adalah beliau Maha berbicara.
Demikian pula ketika beliau menjelaskan sifat nuzul (turun ke langit dunia), beliau jelaskan dengan perkataannya,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
”Rabb kita turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Allah berfirman, “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku penuhi. Dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni.”” (HR. Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 1808)
Baca Juga: Metode Dakwah kepada Orang Kafir
Metode ke dua, penjelasan melalui perbuatan (fi’il)
Contoh penjelasan melalui perbuatan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah berkaitan dengan sifat al-‘uluw (Dzat Allah ada di atas), beliau jelaskan dengan isyarat jari telunjuk beliau yang mengarah ke atas. Sebagaimana hadits yang panjang tentang haji Wada’ ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan para sahabat,
قَالُوا نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ. فَقَالَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى السَّمَاءِ وَيَنْكُتُهَا إِلَى النَّاسِ اللَّهُمَّ اشْهَدِ اللَّهُمَّ اشْهَدْ. ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
“Mereka (para sahabat) yang hadir berkata, “Kami benar-benar bersaksi bahwa Engkau telah menyampaikan, menunaikan dan menyampaikan nasihat.” Sambil beliau berisyarat dengan jari telunjuknya yang diarahkan ke langit lalu beliau berkata pada manusia, ‘Ya Allah, saksikanlah (beliau menyebutnya tiga kali).’” (HR. Muslim no. 1218)
Sehingga hal ini adalah penjelasan dari beliau bahwa Allah Ta’ala memiliki sifat al-‘uluw malalui perbuatan beliau yang mengarahkan jarinya ke arah atas ketika meminta persaksian Allah Ta’ala.
Dan pada masa haji wada’, banyak sekali shahabat radhiyallahu ‘anhum yang hadir, baik sahabat yang termasuk ulama (kibaarus shahaabah) dan yang bukan, yang ilmunya masih pas-pasan karena baru saja masuk Islam. Namun, di depan mereka semua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berisyarat dengan tangannya ke arah atas, yang tentu saja dipahami bahwa Allah ada di atas. Dan kalau itu tidak menunjukkan sifat al-‘uluw, tentu akan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jelaskan.
Demikian pula, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang menyampaikan khutbah, ada seorang sahabat yang menghadap ke arah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَوَاشِي وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُغِيثُنَا
“Wahai Rasulullah, harta benda telah habis dan jalan-jalan terputus. Maka mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan buat kami!”
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,
فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا
“Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya seraya berdoa, “Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan.” (HR. Bukhari no. 1013, 1014 dan Muslim no. 897)
Perbuatan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengangkat kedua tangan ke arah atas, menunjukkan sifat al-‘uluw Allah Ta’ala.
Metode ke tiga, penjelasan melalui qaul dan fi’il sekaligus
Terkadang, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dengan perkataan, kemudian Nabi kuatkan dengan perbuatan beliau. Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقْرَأُ هَذِهِ الْآيَةَ {إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا} [النساء: 58] إِلَى قَوْلِهِ تَعَالَى {سَمِيعًا بَصِيرًا} [النساء: 58] قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضَعُ إِبْهَامَهُ عَلَى أُذُنِهِ، وَالَّتِي تَلِيهَا عَلَى عَيْنِهِ. قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَؤُهَا وَيَضَعُ إِصْبَعَيْهِ.
“Aku mendengar Abu Hurairah membaca ayat ini (yang artinya), “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” (QS. An-Nisa’: 48) sampai pada firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Abu Hurairah berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan ibu jarinya ke telinga, sementara jari setelahnya pada mata.” Abu Hurairah melanjutkan, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat tersebut seraya meletakkan kedua jarinya tersebut.” (HR. Abu Dawud no. 4728, sanadnya dinilai shahih oleh Al-Albani)
Dalam hadits di atas, Rasulullah menjelaskan sifat as-sam’u (Maha mendengar) dan al-bashar (Maha melihat) dengan perkataan beliau. Kemudian beliau kuatkan dengan perbuatan beliau, yaitu meletakkan ibu jarinya ke telinga dan jari telunjuk ke mata, untuk menunjukkan bahwa Allah benar-benar Maha mendengar dan melihat. Yang perlu dicatat, perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut bukanlah maksudnya hendak menyamakan sifat Allah Ta’ala dengan sifat makhluk.
Metode ke empat, penjelasan dengan melakukan persetujuan (al-iqrar)
Di antaranya adalah pertanyaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang budak perempuan sebagai ujian keimanan baginya sebelum dimerdekakan oleh tuannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada budak perempuan itu,
أَيْنَ اللَّه ؟ قَالَتْ فِي السَّمَاء قَالَ : مَنْ أَنَا ؟ قَالَتْ : أَنْتَ رَسُول اللَّه قَالَ : أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَة
“Di manakah Allah?” Budak perempuan tersebut menjawab, “Di atas langit.” Beliau bertanya lagi, ”Siapakah aku?” Jawab budak perempuan, ”Engkau adalah Rasulullah.” Beliau bersabda, “Merdekakan dia! Karena sesungguhnya dia seorang mukminah (perempuan yang beriman).“ (HR. Muslim no. 1227)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, kemudian membenarkan atau menyetujui jawaban budak perempuan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa aqidah “Allah ada di atas” itu adalah aqidah yang shahih.
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
جَاءَ حَبْرٌ مِنَ الأَحْبَارِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ إِنَّا نَجِدُ: أَنَّ اللَّهَ يَجْعَلُ السَّمَوَاتِ عَلَى إِصْبَعٍ وَالأَرَضِينَ عَلَى إِصْبَعٍ، وَالشَّجَرَ عَلَى إِصْبَعٍ، وَالمَاءَ وَالثَّرَى عَلَى إِصْبَعٍ، وَسَائِرَ الخَلاَئِقِ عَلَى إِصْبَعٍ، فَيَقُولُ أَنَا المَلِكُ، فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ تَصْدِيقًا لِقَوْلِ الحَبْرِ، ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ، وَالأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ، وَالسَّمَوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ، سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ}
“Seorang rahib (Yahudi) datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu dia berkata, “Ya Muhammad, Kami mendapatkan bahwa Allah Ta’ala memegang langit dengan jari-Nya, bumi dengan jari-Nya, pohon-pohon dengan jari-Nya, air dan binatang-binatang dengan jari-Nya, dan seluruh makhluk dengan jari-Nya seraya berkata, “Akulah Raja (Penguasa)!”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertawa hingga nampak gigi serinya sebagai pembenaran terhadap perkataan rahib tersebut. Kemudian beliau membaca ayat (yang artinya), “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az Zumar: 67)” (HR. Bukhari no. 4811 dan Muslim no. 2786)
Dalam hadits di atas, rahib Yahudi mengatakan bahwa Allah memiliki jari-jemari, kemudian dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat.
Baca Juga:
[Selesai]
—
@Kantor YPIA, 5 Jumadil awwal 1441/ 1 Januari 2020
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel asli: https://muslim.or.id/53872-metode-rasulullah-dalam-mengajarkan-sifat-sifat-allah.html